Total Tayangan Halaman

Kamis, 21 Februari 2013

perda kota palangka raya nomor 4 tahun 2012 tentang pajak reklame


 





WALIKOTA PALANGKA RAYA
 PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
NOMOR 04 TAHUN  2012

TENTANG
PAJAK REKLAME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PALANGKA RAYA,


Menimbang















Mengingat
:















:
a.     bahwa Pajak Reklame merupakan jenis Pajak Daerah yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Daerah;
b.     bahwa kebijakan Pajak Reklame dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan potensi daerah;
c.     bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pajak Reklame perlu disesuaikan;
d.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Palangka Raya tentang Pajak Reklame.

1.     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.     Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1965  tentang Pembentukan Kotapradja Palangka Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2753);
3.     Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4.     Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

5.     Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6.     Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7.     Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
8.     Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9.     Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
10.  Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan  Keuangan aAntara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah    ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438 );
11.  Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
12.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2009 Tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 5 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
13.  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
14.  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

15.  Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
16.  Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000  tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
17.  Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4159);
18.  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
19.  Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
20.  Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
21.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
22.  Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 02 Tahun 2010 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Nomor 02 Tahun 2010);
23.  Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2008 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Nomor 05).








Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
dan
WALIKOTA PALANGKA RAYA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TENTANG PAJAK REKLAME.


 BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.        Daerah adalah Kota Palangka Raya.
2.        Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
3.        Kepala Daerah adalah Walikota Palangka Raya.
4.        Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palangka Raya yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
5.        Dinas teknis adalah Dinas Tata Kota, Bangunan dan Pertamanan Kota Palangka Raya.
6.        Kantor adalah Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Palangka Raya.
7.        Badan adalah sekumpulan orang, dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
8.        Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
9.        Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
10.     Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk  dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
11.     Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur oleh Walikota paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
12.     Penyelenggara Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame, baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya.
13.     Kawasan adalah batasan-batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan lokasi yang dapat digunakan untuk pemasangan reklame;
14.     Nilai Strategis Reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut yang dihitung sebagai perkalian dari nilai titik reklame dengan harga dasar reklame.
15.     Prasarana Kota adalah tanah atau bangunan milik Pemerintah di Wilayah Kota Palangka Raya.
16.     Luar Prasarana Kota adalah tanah atau bangunan milik perorangan atau Badan Hukum di Wilayah Kota Palangka Raya.
17.     Kawasan Reklame adalah suatu zona yang dimungkinkan untuk pemasangan reklame.
18.     Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPPD adalah surat yang  oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan-Undangan Perpajakan Daerah.
19.     Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
20.     Surat Pembayaran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
21.     Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
22.     Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,  besarnya sangsi administratif, dan jumlah yang masih harus dibayar.
23.     Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah Surat Ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
24.     Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat dengan SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak terutang atau seharusnya tidak terutang.
25.     Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat dengan SKPDN, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak  atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
26.     Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat dengan STPD, adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak  dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
27.     Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

28.     Juru Sita Pajak adalah pegawai yang ditunjuk untuk melakukan penyitaan dan menguasai barang atau harta Wajib Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang Pajak menurut ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.

 

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK

Pasal 2
Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan reklame.

Pasal 3
(1)      Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
(2)     Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.     Reklame Papan :
1.     Billboard;
2.     Videotron;
3.     Megatron;
4.     Midi billboard;
5.     Bando;
6.     Baliho;
7.     Neonbox atau neon sign;
8.     dan sejenisnya.
b.     Reklame Kain atau bahan lain bukan dari besi/seng :
1.     Spanduk;
2.     Umbul-umbul;
3.     Banner;
4.     Balligo.
c.     Reklame Melekat (stiker, pengecetan tembok dan sejenisnya);
d.     Reklame Selebaran;
e.     Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan (bermotor maupun tidak bermotor);
f.      Reklame Udara (balon, spanduk yang ditarik pesawat dan sejenisnya);
g.     Reklame apung;
h.    Reklame Suara;
i.      Reklame Film/Slide;
j.      Reklame Peragaan.

Pasal 4
(1)      Tidak termasuk objek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah:
a.     Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;
b.     Penyelenggara reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
c.     Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
d.     Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau  profesi tersebut;
e.     Penyelenggara reklame dibuat atau diselenggarakan untuk kepentingan sosial (kerohanian/keagamaan).

Pasal 5
(1)      Subjek Pajak Reklame adalah orang Pribadi atau Badan yang menggunakan reklame.
(2)      Wajib Pajak Reklame adalah orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan reklame.
(3)      Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut.
(4)      Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.


BAB  III

DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK


Pasal  6

(1)      Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
(2)      Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
(3)      Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan nilai strategis lokasi (lokasi penempatan), bahan yang digunakan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media reklame.
(4)      Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud ayat (3).
(5)      Besarnya tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh lima persen).
(6)      Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah, meliputi :
a.     Reklame Permanen
      Pajak Reklame           = 25% x Nilai Sewa Reklame
      Nilai Sewa Reklame   = Nilai Strategis Lokasi x Ukuran Reklame x                                                   Jangka  Waktu x Harga Reklame
      Nilai Strategis Lokasi = Nilai Guna Lahan + Nilai Sudut Pandang +                                                  Nilai Kelas Lahan
b.     Reklame Insidentil
      Pajak Reklame           = 25% x Nilai Sewa Reklame
      Nilai Sewa Reklame   =  Jumlah Reklame x Jangka  Waktu x
                                           Harga Reklame
(7)      Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Pasal 7

Besaran pokok  Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (5) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1).


BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK

Pasal 8
Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Kota Palangka Raya.

Pasal 9

(1)      Nilai strategis lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), meliputi :
a.     Nilai Guna Lahan, sebagai berikut :
1.     kawasan hijau dan taman kota (termasuk bundaran), dengan angka indeks 4,0;
2.     kawasan perdagangan dan jasa, dengan angka indeks 3,6;
3.     kawasan pemukiman, dengan angka indeks 3,2;
4.     kawasan pariwisata, olahraga, dan rekreasi dengan angka indeks 2,8;
5.     jembatan penyeberangan, dengan angka indeks 2,4;
6.     kawasan pemerintahan dan perkantoran, dengan angka indeks 2,0;
7.     kawasan pendidikan, dengan angka indeks 1,6;
8.     kawasan kesehatan, dengan angka indeks 1,2;
9.     kawasan industri dengan angka indeks 0,8;
10.  kawasan lain-lain, dengan angka indeks 0,4.
b.     Nilai Sudut Pandang, sebagai berikut :
1.     persimpangan 5 (lima) dengan angka indeks 3,0;
2.     persimpangan 4 (empat) dengan angka indeks 2,4;
3.     persimpangan 3 (tiga) dengan angka indeks 1,8;
4.     jala 2 (dua) arah dengan angka indeks 1,2;
5.     jalan 1 (satu) arah dengan angka indeks 0,6.
c.     Nilai Kelas Jalan, dengan ketentuan lebar jalan sebagai berikut :
1.     diatas 26,5 meter, dengan angka indeks 3,0 ;
2.     23,5 – 26 meter, dengan angka indeks 2,7 ;
3.     20,5 – 23 meter, dengan angka indeks 2,4 ;
4.     17,5 – 20 meter, dengan angka indeks 2,1 ;
5.     14,5 – 17 meter, dengan angka indeks 1,8 ;
6.     11,5 – 14 meter, dengan angka indeks 1,5 ;
7.     8,5 – 11 meter, dengan angka indeks 1,2 ;
8.     5,5 – 8 meter, dengan angka indeks 0,9 ;
9.     2,5 – 5 meter, dengan angka indeks 0,6 ;
10.  0 – 2 meter, dengan angka indeks 0,3.
(2)      Ukuran/satuan media Reklame, batas masa/frekuensi, dan harga Reklame, sebagai berikut :
a.     Pada Lahan milik Pemerintah Daerah :
No
Jenis Reklame
Jangka Waktu/
Frekuensi
Ukuran/
satuan media reklame
Harga
(Rp)
1
2
3
4
5
1.




















2.







3.
4.

5.

6.
7.
8.
9.
10.
Reklame papan
a. Papan/rombong :
1).      Sederhana (dengan nama toko dan merk produk barang)
2).      Sedang  (dengan nama toko dan merk produk barang)
3).  Mewah (dengan nama toko dan merek barang)
b.  Midi Billboard :
1).  Ukuran 1 – 3 meter
2).  Ukuran 3 – 6 meter
c.   Billboard (uk. diatas 6 m2 )
d. Megatron
e. Video Wall
f.  Bando
g. Baliho
h.Neon box/Neon sign
Reklame kain/bahan lain bukan besi/seng
a.   Spanduk
b.   Umbul-umbul
c.   Banner
d.   Baligo
e.   Layar toko
Reklame Selebaran/Stiker
Reklame melekat (pengecatan tembok)
Reklame Berjalan (termasuk melekat pada kendaraan)
Reklame udara
Reklame apung
Reklame suara
Reklame peragaan
Reklame Film/Slide




1 tahun

1 tahun

1 tahun

1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 kali tayang
1 kali tayang
1 tahun
1 tahun
1 tahun


1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari

1 tahun

1 tahun
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari




m2

m2

m2

m2
m2
m2
5 menit
5 menit
m2
m2
m2


per  buah
per buah
per buah
m2
m2
per 50 lbr

m2

m2
m2
-
-
-
-




40.000,00

60.000,00

80.000,00

80.000,00
100.000,00
200.000,00
30.000,00
30.000,00
400.000,00
100.000,00
100.000,00


10.000,00
10.000,00
10.000,00
75.000,00
7500,00
10.000,00

100.000,00

100.000,00
30.000,00
20.000,00
20.000,00
25.000,00
10.000,00


b.     Pada Lahan Milik Pribadi :
No
Jenis Reklame
Jangka Waktu/
Frekuensi
Ukuran/
satuan media reklame
Harga
(Rp)
1
2
3
4
5
1.

















2.






3.
4.

5.

6.
7.
8.
9.
10.
Reklame papan
a. Papan/rombong :
1). Sederhana (dengan nama toko  dan merk produk barang)
2). Sedang (dengan nama toko dan merk produk barang)
3).  Mewah (dengan nama toko dan merek barang)
b. Midi Billboard :
1). Ukuran 1 – 3 meter
2). Ukuran 3 – 6 meter
c.   Billboard (uk. diatas 6 m2 )
d.  Megatron
e.   Video Wall
f.   Bando
g.   Baliho
h.  Neon box/Neon sign

Reklame kain/bahan lain bukan besi/seng
a.   spanduk
b.  Umbul-umbul
c.   Banner
d.  Baligo
e.   Layar toko
Reklame Selebaran/Stiker
Reklame melekat (pengecetan tembok)
Reklame Berjalan (termasuk melekat pada kendaraan)
Reklame udara
Reklame apung
Reklame suara
Reklame peragaan
Reklame Film/Slide




1 tahun

1 tahun

1 tahun

1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 kali tayang
1 kali tayang
1 tahun
1 tahun
1 tahun


1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari

1 tahun

1 tahun
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari




m2

m2

m2

m2
m2
m2
5 menit
5 menit
m2
m2
m2


per  buah
per buah
per buah
m2
m2
per 50 lbr

m2

m2
m2
-
-
-
-




20.000,00

30.000,00

40.000,00

40.000,00
50.000,00
200.000,00
25.000,00
25.000,00
400.000,00
100.000,00
100.000,00


5.000,00
5.000,00
5.000,00
35.000,00
3500,00
5.000,00

75.000,00

5.000,00
15.000,00
10.000,00
10.000,00
15.000,00
5.000,00

Pasal 10

(1)      Pemerintah Daerah dapat membangun/menyediakan sarana Reklame untuk digunakan sebagai tempat penyelenggaraan/pemesanan reklame oleh orang dan/atau Badan;
(2)      Dalam membangun/penyediaan sarana Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan pihak lain yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3)      Nilai sewa Reklame yang diselenggarakan/dipesan pada tempat yang dibangun/disediakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
No
Jenis Reklame
Jangka Waktu/
Frekuensi
Ukuran/
satuan media reklame
Harga (Rp)
1
2
3
4
5

Reklame papan :
a.  Midi Billboard :
 1). Ukuran 1 – 3 meter
 2). Ukuran 3 – 6 meter
b.  Billboard
(uk. diatas 6 m2 )
c.  Megatron
d.  Video Wall
e.  Bando
f.   Baliho
g.  Neon box/Neon sign


1 tahun
1 tahun
1 tahun

1 kali tayang
1 kali tayang
1 tahun
1 tahun
1 tahun


m2
m2
m2

5 menit
5 menit
m2
m2
m2


70.000,00
85.000,00
150.000,00

25.000,00
25.000,00
300.000,00
75.000,00
80.000,00

 


Pasal 11
Didalam menghitung Pajak Reklame maka bagian yang kurang dari  ½ (setengah) m2 dibulatkan menjadi  ½ (setengah) m2, dan bagian lebih dari ½ (setengah) m2 tetapi kurang dari 1 (satu) m2 dibulatkan menjadi 1 (satu) m2, dan kurang dari 25 (dua puluh lima)  lembar dibulatkan menjadi 25 (dua puluh lima) lembar, dan kurang dari 1 (satu) hari dibulatkan menjadi 1 (satu) hari.

BAB V
PELAPORAN  OBJEK PAJAK

Pasal 12
(1)   Setiap Wajib Pajak, wajib melaporkan data objek pajak.
(2)   Pelaporan ojek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan blangko yang telah disediakan, diisi dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak serta disampaikan kepada Walikota.
(3)   Walikota dapat menetapkan data objek pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi dan tatacara pelaporan data objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Walikota Palangka Raya

 


BAB  VI

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENETAPAN PAJAK


Pasal  13

(1)  Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
(2)  Berdasarkan pelaporan data objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Walikota atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3)  Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi karcis atau nota perhitungan.
(4)  Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak atau kurang dibayar  setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum dan/atau kurang bayar, dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
(5)  Tata Cara penerbitan SKPD dan/atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.

 

Pasal  14

(1) Walikota dapat menerbitkan STPD jika:
      a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
      b. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2)  Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3)  Berdasarkan STPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Walikota menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPDKB.

Pasal 15
Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penerbitan SKPD dan STPD akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. 



BAB VII
MASA PAJAK DAN SAAT TERUTANGNYA PAJAK

Pasal  16
Masa pajak Reklame ditentukan sebagai berikut.
a.      Untuk reklame permanen dan semi permanen, adalah jangka waktu yang lamanya1 (satu) bulan kalender;
b.     Untuk reklame yang tidak permanen/sementara, adalah jangka waktu yang lamanya sesuai dengan penyelanggaraan reklame yang ditentukan.

Pasal 17
Pajak terutang terjadi sejak ditetapkannya surat ketetapan pajak oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang.


BAB VIII
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 18
(1)  Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh)hari setelah saat terutangnya pajak.
(1)   Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekaligus atau lunas dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2)   SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah  harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3)   Walikota atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengansur atau menunda pembayaran pajak atau dikenakan bunga 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak yang belum dan/atau kurang bayar.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran Pajak diatur Peraturan Walikota.

Pasal 19
(1)   Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
(2)   Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran dan penagihan pajak akan diatur dengan Peraturan Walikota.






BAB IX
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 21
(1)   Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. SPPT;
b. SKPD;
c. SKPDKB;
d. SKPDKBT;
e. SKPDLB;
f.   SKPDN; dan
g. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2)   Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3)   Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya.
(4)   Keberatan dapat dilakukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak.
(5)   Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(6)   Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang berwenang atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.

Pasal 22
(1)   Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2)   Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3)   Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 23
(1)   Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota.
(2)   Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
(3)   Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.



Pasal 24
(1)    Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2)    Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3)    Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
(4)    Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5)    Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus perseratus) dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.


BAB X
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
KEPADA WAJIB PAJAK

Pasal 25
(1)    Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat membetulkan SSPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(2)    Walikota dapat :
a.  mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.  mengurangkan atau membatalkan SSPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c.   mengurangkan atau membatalkan STPD;
d.  membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e.   mengurangkan ketetapan pajak yang terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3)    Tata cara pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 26
(1)      Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.
(2)      Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3)      Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(4)      Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(5)      Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
(6)      Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB atau SKRDLB.
(7)      Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi.
(8)      Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.


BAB XII
KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 27
(1)    Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2)    Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a.     diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa; atau
b.    ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3)    Dalam hal diterbitkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kadaluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut.
(4)    Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5)    Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib pajak.

Pasal 28
(1)    Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapus.
(2)    Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.


BAB XIII
PEMERIKSAAN

Pasal 29
(1)     Walikota berwenang melakukan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(2)     Wajib Pajak atau pihak-pihak yang terkait yang diperiksa wajib :
a.    memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak;
b.   memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c.    memberikan keterangan yang diperlukan.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.


BAB XIV
INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 30
(1)  Perangkat daerah yang melaksanakan pemungutan pajak dapat diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2)  Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3)  Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif akan diatur lebih lanjut oleh Walikota dengan berpedoman pada ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB XV
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 31
(1)     Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(2)     Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota untuk membantu dalam pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(3)     Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a.    pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau

b.   pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Walikota untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4)     Untuk kepentingan daerah, Walikota berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak kepada pihak yang ditunjuk.
(5)     Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara tindak pidana atau perdata, atas permintaan hakim, Walikota dapat memberikan izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan wajib pajak yang ada padanya.
(6)     Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.


BAB XVI
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 32
(1)   Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)   Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
(3)   Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :
a.  menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.  meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c.  meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;
d.  memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e.  melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.   meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
g.  menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i.   memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.   menghentikan penyidikan; dan/atau


k.  melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)   Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polisi Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


BAB XVII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 33
(1)   Wajib Pajak yang karena kealpaanya tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan Pidana kurungan palaing lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang.
(2)   Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling bayak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.
(3)   Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
(4)   Tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Pasal 34
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.

 

BAB  XVIII

KETENTUAN  PERALIHAN

Pasal 35
Izin Penyelenggaraan Reklame yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izinnya berakhir.

 


BAB  XIX

KETENTUAN  PENUTUP

Pasal 36
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Reklame, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 37
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Palangka Raya.


   Ditetapkan di Palangka Raya
   pada tanggal





              WALIKOTA PALANGKA RAYA,



                      H.M. RIBAN SATIA

Diundangkan di Palangka Raya
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KOTA PALANGKA RAYA,



             SANIJAN


LEMBARAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2012 NOMOR


Tidak ada komentar:

Posting Komentar