WALIKOTA
PALANGKA RAYA
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
NOMOR 04 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK REKLAME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
WALIKOTA PALANGKA RAYA,
Menimbang
Mengingat
|
:
:
|
a.
bahwa
Pajak Reklame merupakan jenis Pajak Daerah yang menjadi
salah satu sumber Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Daerah;
b.
bahwa kebijakan Pajak Reklame dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah yang
berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan
potensi daerah;
c.
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang
mengatur tentang Pajak Reklame perlu disesuaikan;
d.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan
huruf c
perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Palangka Raya tentang Pajak Reklame.
1.
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang–Undang Nomor 5 Tahun
1965 tentang Pembentukan Kotapradja
Palangka Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2753);
3.
Undang–Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3686 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
5.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
8.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9.
Undang–Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
10.
Undang–Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan aAntara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438 );
11. Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2009 Tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang Nomor
5 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara
Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258);
16.
Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3952);
17.
Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4159);
18.
Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
19.
Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
20.
Peraturan Pemerintah Nomor
91 Tahun 2010 tentang jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan
Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5179);
21.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 694);
22.
Peraturan Daerah Kota
Palangka Raya Nomor 02 Tahun 2010 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah Kota Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Nomor 02 Tahun
2010);
23.
Peraturan Daerah Kota
Palangka Raya Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Daerah Kota Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2008
Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Nomor 05).
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
dan
WALIKOTA PALANGKA RAYA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TENTANG PAJAK
REKLAME.
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Kota Palangka
Raya.
2.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan
Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
3.
Kepala Daerah adalah Walikota
Palangka Raya.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Palangka Raya yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
5.
Dinas teknis adalah Dinas Tata Kota, Bangunan dan Pertamanan Kota Palangka Raya.
6.
Kantor adalah Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Palangka Raya.
7.
Badan adalah sekumpulan orang,
dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau badan usaha milik
daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
8.
Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
9.
Pajak Reklame adalah pajak
atas penyelenggaraan reklame.
10.
Reklame adalah benda, alat,
perbuatan atau media yang bentuk dan
corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang
atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati
oleh umum.
11.
Masa
Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain
yang diatur oleh Walikota paling lama 3 (tiga) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang.
12.
Penyelenggara Reklame adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame, baik untuk dan atas
namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggung
jawabnya.
13.
Kawasan adalah batasan-batasan
wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan lokasi yang dapat digunakan untuk
pemasangan reklame;
14.
Nilai Strategis Reklame adalah
ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut yang
dihitung sebagai perkalian dari nilai titik reklame dengan harga dasar reklame.
15.
Prasarana Kota adalah tanah
atau bangunan milik Pemerintah di Wilayah Kota Palangka Raya.
16.
Luar Prasarana Kota adalah
tanah atau bangunan milik perorangan atau Badan Hukum di Wilayah Kota Palangka
Raya.
17.
Kawasan Reklame adalah suatu
zona yang dimungkinkan untuk pemasangan reklame.
18.
Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah yang selanjutnya disingkat SPPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundangan-Undangan Perpajakan Daerah.
19.
Surat Setoran Pajak Daerah,
yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan
cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
20.
Surat Pembayaran Pajak Daerah,
yang selanjutnya disingkat SPPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah
atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
21.
Surat Ketetapan Pajak Daerah,
yang selanjutnya disingkat dengan SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
22.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sangsi
administratif, dan jumlah yang masih harus dibayar.
23.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah Surat
Ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
24.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat dengan SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari
pada pajak terutang atau seharusnya tidak terutang.
25.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, yang selanjutnya disingkat dengan SKPDN, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
26.
Surat Tagihan Pajak Daerah
yang selanjutnya disingkat dengan STPD, adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
27.
Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan Daerah yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
28.
Juru Sita Pajak adalah pegawai
yang ditunjuk untuk melakukan penyitaan dan menguasai barang atau harta Wajib
Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang Pajak menurut ketentuan Perundang-Undangan
yang berlaku.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2
Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan
reklame.
Pasal 3
(1)
Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame.
(2) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Reklame Papan :
1.
Billboard;
2.
Videotron;
3.
Megatron;
4.
Midi billboard;
5.
Bando;
6.
Baliho;
7.
Neonbox atau neon sign;
8.
dan sejenisnya.
b.
Reklame Kain atau bahan lain bukan dari besi/seng :
1.
Spanduk;
2.
Umbul-umbul;
3.
Banner;
4.
Balligo.
c.
Reklame Melekat (stiker, pengecetan tembok dan
sejenisnya);
d.
Reklame Selebaran;
e.
Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan (bermotor maupun tidak bermotor);
f.
Reklame Udara (balon, spanduk yang ditarik pesawat
dan sejenisnya);
g.
Reklame apung;
h.
Reklame Suara;
i.
Reklame Film/Slide;
j.
Reklame Peragaan.
Pasal 4
(1)
Tidak termasuk objek Pajak Reklame sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 adalah:
a.
Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah;
b.
Penyelenggara reklame melalui internet, televisi,
radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
c.
Label/merek produk yang melekat pada barang yang
diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
d.
Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang
melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi yang diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut;
e.
Penyelenggara reklame dibuat atau diselenggarakan
untuk kepentingan sosial (kerohanian/keagamaan).
Pasal 5
(1)
Subjek Pajak Reklame adalah orang Pribadi atau Badan yang menggunakan reklame.
(2)
Wajib Pajak Reklame adalah orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan reklame.
(3)
Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara
langsung oleh orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang
pribadi atau Badan tersebut.
(4)
Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak
ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 6
(1)
Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa
Reklame.
(2)
Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak
ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan nilai kontrak Reklame.
(3)
Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai
Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan
nilai strategis lokasi (lokasi penempatan), bahan yang digunakan, jenis, jangka
waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media reklame.
(4)
Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame
ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud ayat (3).
(5)
Besarnya tarif pajak reklame ditetapkan
sebesar 25 % (dua puluh lima persen).
(6)
Cara perhitungan Nilai Sewa
Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah, meliputi :
a.
Reklame Permanen
Pajak Reklame = 25% x Nilai Sewa Reklame
Nilai Sewa Reklame = Nilai Strategis Lokasi x Ukuran Reklame x Jangka Waktu x Harga Reklame
Nilai Strategis Lokasi = Nilai Guna Lahan + Nilai Sudut Pandang + Nilai
Kelas Lahan
b.
Reklame Insidentil
Pajak Reklame = 25% x Nilai Sewa Reklame
Nilai Sewa Reklame = Jumlah Reklame x Jangka Waktu x
Harga Reklame
(7)
Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pasal 7
Besaran pokok
Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (5) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (1).
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK
Pasal 8
Pajak Reklame yang terutang
dipungut di wilayah Kota Palangka Raya.
Pasal 9
(1)
Nilai strategis lokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), meliputi :
a.
Nilai Guna Lahan, sebagai
berikut :
1.
kawasan hijau dan taman kota
(termasuk bundaran), dengan angka indeks 4,0;
2.
kawasan perdagangan dan jasa,
dengan angka indeks 3,6;
3.
kawasan pemukiman, dengan
angka indeks 3,2;
4.
kawasan pariwisata, olahraga,
dan rekreasi dengan angka indeks 2,8;
5.
jembatan penyeberangan, dengan
angka indeks 2,4;
6.
kawasan pemerintahan dan
perkantoran, dengan angka indeks 2,0;
7.
kawasan pendidikan, dengan
angka indeks 1,6;
8.
kawasan kesehatan, dengan
angka indeks 1,2;
9.
kawasan industri dengan angka
indeks 0,8;
10.
kawasan lain-lain, dengan
angka indeks 0,4.
b.
Nilai Sudut Pandang, sebagai berikut :
1.
persimpangan 5 (lima) dengan
angka indeks 3,0;
2.
persimpangan 4 (empat) dengan
angka indeks 2,4;
3.
persimpangan 3 (tiga) dengan
angka indeks 1,8;
4.
jala 2 (dua) arah dengan angka
indeks 1,2;
5.
jalan 1 (satu) arah dengan
angka indeks 0,6.
c.
Nilai Kelas Jalan, dengan
ketentuan lebar jalan sebagai berikut :
1.
diatas 26,5 meter, dengan
angka indeks 3,0 ;
2.
23,5 – 26 meter, dengan angka
indeks 2,7 ;
3.
20,5 – 23 meter, dengan angka
indeks 2,4 ;
4.
17,5 – 20 meter, dengan angka
indeks 2,1 ;
5.
14,5 – 17 meter, dengan angka
indeks 1,8 ;
6.
11,5 – 14 meter, dengan angka
indeks 1,5 ;
7.
8,5 – 11 meter, dengan angka
indeks 1,2 ;
8.
5,5 – 8 meter, dengan angka
indeks 0,9 ;
9.
2,5 – 5 meter, dengan angka
indeks 0,6 ;
10.
0 – 2 meter, dengan angka
indeks 0,3.
(2)
Ukuran/satuan media Reklame,
batas masa/frekuensi, dan harga Reklame, sebagai berikut :
a.
Pada Lahan milik Pemerintah Daerah :
No
|
Jenis Reklame
|
Jangka Waktu/
Frekuensi
|
Ukuran/
satuan media reklame
|
Harga
(Rp)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Reklame papan
a. Papan/rombong :
1). Sederhana (dengan nama toko dan merk produk barang)
2). Sedang (dengan nama toko dan merk
produk barang)
3). Mewah (dengan nama toko dan
merek barang)
b.
Midi Billboard :
1). Ukuran 1 – 3 meter
2). Ukuran 3 – 6 meter
c.
Billboard (uk. diatas 6 m2 )
d. Megatron
e. Video Wall
f. Bando
g. Baliho
h.Neon box/Neon sign
Reklame kain/bahan lain
bukan besi/seng
a.
Spanduk
b.
Umbul-umbul
c.
Banner
d.
Baligo
e.
Layar toko
Reklame Selebaran/Stiker
Reklame melekat (pengecatan tembok)
Reklame Berjalan
(termasuk melekat pada kendaraan)
Reklame udara
Reklame apung
Reklame suara
Reklame peragaan
Reklame Film/Slide
|
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 kali tayang
1 kali tayang
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 tahun
1 tahun
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
|
m2
m2
m2
m2
m2
m2
5 menit
5 menit
m2
m2
m2
per buah
per buah
per buah
m2
m2
per 50 lbr
m2
m2
m2
-
-
-
-
|
40.000,00
60.000,00
80.000,00
80.000,00
100.000,00
200.000,00
30.000,00
30.000,00
400.000,00
100.000,00
100.000,00
10.000,00
10.000,00
10.000,00
75.000,00
7500,00
10.000,00
100.000,00
100.000,00
30.000,00
20.000,00
20.000,00
25.000,00
10.000,00
|
b.
Pada Lahan Milik Pribadi :
No
|
Jenis Reklame
|
Jangka Waktu/
Frekuensi
|
Ukuran/
satuan media reklame
|
Harga
(Rp)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Reklame papan
a. Papan/rombong :
1). Sederhana (dengan nama toko dan merk produk barang)
2). Sedang (dengan nama toko dan
merk produk barang)
3). Mewah (dengan nama toko dan
merek barang)
b. Midi Billboard :
1). Ukuran 1 – 3 meter
2). Ukuran 3 – 6 meter
c.
Billboard (uk. diatas 6 m2 )
d. Megatron
e. Video Wall
f. Bando
g. Baliho
h. Neon box/Neon sign
Reklame kain/bahan lain
bukan besi/seng
a.
spanduk
b. Umbul-umbul
c.
Banner
d. Baligo
e.
Layar toko
Reklame Selebaran/Stiker
Reklame melekat (pengecetan tembok)
Reklame Berjalan (termasuk melekat pada
kendaraan)
Reklame udara
Reklame apung
Reklame suara
Reklame peragaan
Reklame Film/Slide
|
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 kali tayang
1 kali tayang
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 tahun
1 tahun
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
1 hari
|
m2
m2
m2
m2
m2
m2
5 menit
5 menit
m2
m2
m2
per buah
per buah
per buah
m2
m2
per 50 lbr
m2
m2
m2
-
-
-
-
|
20.000,00
30.000,00
40.000,00
40.000,00
50.000,00
200.000,00
25.000,00
25.000,00
400.000,00
100.000,00
100.000,00
5.000,00
5.000,00
5.000,00
35.000,00
3500,00
5.000,00
75.000,00
5.000,00
15.000,00
10.000,00
10.000,00
15.000,00
5.000,00
|
Pasal 10
(1)
Pemerintah Daerah dapat membangun/menyediakan
sarana Reklame untuk digunakan sebagai tempat penyelenggaraan/pemesanan reklame
oleh orang dan/atau Badan;
(2)
Dalam membangun/penyediaan sarana Reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan
pihak lain yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(3)
Nilai sewa Reklame yang diselenggarakan/dipesan
pada tempat yang dibangun/disediakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sebagai berikut:
No
|
Jenis Reklame
|
Jangka Waktu/
Frekuensi
|
Ukuran/
satuan media reklame
|
Harga (Rp)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
Reklame papan :
a.
Midi Billboard :
1). Ukuran 1 – 3 meter
2). Ukuran 3 – 6 meter
b. Billboard
(uk. diatas 6 m2 )
c. Megatron
d. Video Wall
e. Bando
f.
Baliho
g. Neon box/Neon sign
|
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 kali tayang
1 kali tayang
1 tahun
1 tahun
1 tahun
|
m2
m2
m2
5 menit
5 menit
m2
m2
m2
|
70.000,00
85.000,00
150.000,00
25.000,00
25.000,00
300.000,00
75.000,00
80.000,00
|
Pasal 11
Didalam menghitung Pajak Reklame maka bagian yang kurang
dari ½ (setengah) m2
dibulatkan menjadi ½ (setengah) m2,
dan bagian lebih dari ½ (setengah) m2 tetapi kurang dari 1 (satu) m2
dibulatkan menjadi 1 (satu) m2, dan kurang dari 25 (dua puluh
lima) lembar dibulatkan menjadi 25 (dua
puluh lima) lembar, dan kurang dari 1 (satu) hari dibulatkan menjadi 1 (satu)
hari.
BAB V
PELAPORAN OBJEK PAJAK
Pasal 12
(1)
Setiap
Wajib Pajak, wajib melaporkan data objek pajak.
(2)
Pelaporan
ojek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan blangko yang
telah disediakan, diisi dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh
Wajib Pajak serta disampaikan kepada Walikota.
(3)
Walikota
dapat menetapkan data objek pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai bentuk, isi dan tatacara pelaporan data objek pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Walikota Palangka Raya.
BAB VI
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 13
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
(2) Berdasarkan pelaporan data objek pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Walikota atau Pejabat yang ditunjuk
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi karcis atau nota perhitungan.
(4) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak atau kurang dibayar setelah jatuh
tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) sebulan
dari jumlah pajak yang belum dan/atau kurang bayar, dan ditagih dengan
menerbitkan STPD.
(5) Tata Cara penerbitan SKPD dan/atau dokumen lain
yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 14
(1) Walikota
dapat menerbitkan STPD jika:
a. Pajak
dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. Wajib
Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk jangka waktu paling
lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) Berdasarkan STPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Walikota
menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPDKB.
Pasal 15
Bentuk,
Isi, dan Tata Cara Penerbitan SKPD dan STPD akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Walikota.
BAB VII
MASA PAJAK
DAN SAAT TERUTANGNYA PAJAK
Pasal 16
Masa
pajak Reklame ditentukan
sebagai berikut.
a. Untuk reklame permanen dan
semi permanen, adalah jangka waktu yang
lamanya1 (satu) bulan kalender;
b. Untuk reklame yang tidak
permanen/sementara, adalah jangka waktu yang lamanya sesuai dengan
penyelanggaraan reklame yang ditentukan.
Pasal 17
Pajak terutang terjadi sejak
ditetapkannya surat ketetapan pajak oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang.
BAB VIII
TATA CARA
PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
Pasal 18
(1) Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh)hari setelah saat
terutangnya pajak.
(1)
Pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekaligus atau lunas dengan
menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
SKPD, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan dan Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3)
Walikota
atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat
memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengansur atau menunda pembayaran
pajak atau dikenakan bunga 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak yang
belum dan/atau kurang bayar.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan
penundaan pembayaran Pajak diatur Peraturan Walikota.
Pasal 19
(1)
Pajak yang
terutang berdasarkan SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar
oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
(2)
Penagihan
pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pembayaran dan penagihan pajak akan diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
KEBERATAN DAN
BANDING
Pasal 21
(1)
Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. SPPT;
b. SKPD;
c. SKPDKB;
d. SKPDKBT;
e. SKPDLB;
f. SKPDN; dan
g. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
(2)
Keberatan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan
yang jelas.
(3)
Keberatan
harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya.
(4)
Keberatan
dapat dilakukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui wajib pajak.
(5)
Keberatan
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6)
Tanda
penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang
berwenang atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat
sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 22
(1)
Walikota
dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal
Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan
yang diajukan.
(2)
Keputusan
Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3)
Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 23
(1)
Wajib pajak
dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota.
(2)
Permohonan
banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan
tersebut.
(3)
Pengajuan
permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 24
(1)
Jika
pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2)
Imbalan bunga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
diterbitkannya SKPDLB.
(3)
Dalam hal
keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari
jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan.
(4)
Dalam hal
wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5)
Dalam hal
permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus perseratus)
dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
BAB X
PEMBETULAN,
PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
KEPADA WAJIB
PAJAK
Pasal 25
(1)
Atas
permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat membetulkan SSPT, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan
Perpajakan Daerah.
(2)
Walikota
dapat :
a.
mengurangkan
atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak
yang terutang menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah, dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena
kesalahannya;
b.
mengurangkan
atau membatalkan SSPT, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c.
mengurangkan atau membatalkan
STPD;
d.
membatalkan
hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak
sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e.
mengurangkan
ketetapan pajak yang terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib
pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3)
Tata cara
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan
sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XI
PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 26
(1)
Atas kelebihan pembayaran
Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala
Daerah.
(2)
Kepala Daerah dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus memberikan keputusan.
(3)
Kepala Daerah dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus memberikan keputusan.
(4)
Apabila jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Kepala
Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran
Pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(5)
Apabila Wajib Pajak mempunyai
utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
(6)
Pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB atau SKRDLB.
(7)
Jika pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran
kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi.
(8)
Tata cara pengembalian
kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah.
BAB XII
KEDALUWARSA
PENAGIHAN PAJAK
Pasal 27
(1)
Hak untuk
melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah melampaui waktu
5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib
pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2)
Kadaluwarsa
penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a.
diterbitkan
surat teguran dan/atau surat paksa; atau
b.
ada pengakuan
utang pajak dari wajib pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3)
Dalam hal
diterbitkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kadaluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penyampaian surat
paksa tersebut.
(4)
Pengakuan
utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah
wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5)
Pengakuan
utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh wajib pajak.
Pasal 28
(1)
Piutang pajak
yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa
dapat dihapus.
(2)
Walikota
menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3)
Tata cara
penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
BAB XIII
PEMERIKSAAN
Pasal 29
(1)
Walikota
berwenang melakukan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah
dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(2)
Wajib Pajak
atau pihak-pihak yang terkait yang diperiksa wajib :
a.
memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang dasarnya dan dokumen lain
yang berhubungan dengan objek pajak;
b.
memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan
memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c.
memberikan
keterangan yang diperlukan.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
BAB XIV
INSENTIF
PEMUNGUTAN
Pasal 30
(1)
Perangkat
daerah yang melaksanakan pemungutan pajak dapat diberikan insentif atas dasar
pencapaian kinerja tertentu.
(2)
Pemberian
insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3)
Tata cara
pemberian dan pemanfaatan insentif akan diatur lebih lanjut oleh Walikota
dengan berpedoman pada ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN
KHUSUS
Pasal 31
(1)
Setiap
pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Perpajakan Daerah.
(2)
Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Walikota untuk membantu dalam pelaksanaan Peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(3)
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :
a.
pejabat dan
tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan; atau
b.
pejabat
dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Walikota untuk memberikan keterangan
kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan
pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4)
Untuk
kepentingan daerah, Walikota berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau
tentang wajib pajak kepada pihak yang ditunjuk.
(5)
Untuk
kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara tindak pidana atau perdata,
atas permintaan hakim, Walikota dapat memberikan izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan
wajib pajak yang ada padanya.
(6)
Permintaan
hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau
nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau
perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
BAB XVI
KETENTUAN
PENYIDIKAN
Pasal 32
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
(3)
Wewenang Penyidik sebagaimana
dimaksud ayat (1) adalah :
a.
menerima, mencari,
mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.
meneliti, mencari dan
mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c.
meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;
d.
memeriksa buku, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e.
melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.
meminta bantuan tenaga ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
g.
menyuruh berhenti dan/atau
melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;
h.
memotret seseorang yang
berkaitan dengan tindak pidana;
i.
memanggil orang untuk didengar
keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan;
dan/atau
k.
melakukan tindakan lain yang
perlu untuk kelancaran penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4)
Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polisi
Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 33
(1)
Wajib
Pajak yang karena kealpaanya tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan
Keuangan Daerah dapat dipidana dengan Pidana kurungan palaing lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang.
(2)
Wajib
Pajak yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan
Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling bayak 4 (empat) kali jumlah pajak yang
terutang.
(3)
Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
(4)
Tindak pidana
dalam Peraturan Daerah ini tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau
berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal 34
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan
ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XVIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 35
Izin Penyelenggaraan Reklame yang telah dikeluarkan
sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sampai dengan
jangka waktu izinnya berakhir.
BAB XIX
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
36
Pada
saat berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor
19 Tahun 2009 tentang Pajak Reklame, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
perundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kota Palangka Raya.
Ditetapkan di Palangka Raya
pada tanggal
|
WALIKOTA PALANGKA RAYA,
H.M. RIBAN SATIA
|
Diundangkan di Palangka Raya
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KOTA PALANGKA RAYA,
SANIJAN
LEMBARAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2012 NOMOR
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar