WALIKOTA
PALANGKA RAYA
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
NOMOR 05 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK PENERANGAN JALAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
WALIKOTA PALANGKA RAYA,
Menimbang : a. bahwa Pajak
Penerangan Jalan merupakan jenis Pajak Daerah yang menjadi salah satu sumber
Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan Daerah;
b. bahwa kebijakan Pajak Penerangan Jalan
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah yang berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan
dengan memperhatikan potensi daerah;
c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah
yang mengatur tentang Pajak Penerangan Jalan perlu disesuaikan;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Palangka
Raya tentang Pajak Penerangan Jalan.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kotapradja Palangka Raya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2753);
3. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
4. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
5. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Peradilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahaan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
4437), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
9. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemberian dan
Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5161);
14. Peraturan Pemerintah Nomor
91 Tahun 2010
tentang Jenis Pajak Daerah Yang
Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
15. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
16. Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 08 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah
Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota
Palangka Raya Tahun 2008 Nomor 08, Tambahan Lembaran Daerah Kota Palangka Raya
Nomor 01);
17. Peraturan Daerah Kota Palangka
Raya Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota
Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2008 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2008 Nomor 05);
18. Peraturan Daerah Kota Palangka
Raya Nomor 02 Tahun 2010 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Palangka Raya (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Nomor 02 Tahun 2010, Tambahan Lembaran Daerah Kota Palangka
Raya Tahun 2010 Nomor 01).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
dan
WALIKOTA PALANGKA RAYA
dan
WALIKOTA PALANGKA RAYA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TENTANG
PAJAK PENERANGAN JALAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Kota Palangka
Raya.
2.
Pemerintah Daerah adalah
Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan daerah.
3.
Walikota adalah Walikota
Palangka Raya.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Palangka Raya yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
5.
Satuan Kerja Perangkat Daerah
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi Pajak Penerangan Jalan di
Kota Palangka Raya.
6.
Perangkat Daerah adalah
Lembaga atau Satuan Kerja yang membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
7.
Kas Daerah adalah Kas Daerah
Kota Palangka Raya.
8.
Pejabat adalah pegawai yang
diberi tugas tertentu di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
9.
Pajak Daerah, yang selanjutnya
dapat disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
10.
Badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
11.
Pajak Penerangan Jalan yang
selanjutnya disingkat PPJ adalah Pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Kota
Palangka Raya atas penggunaan tenaga listrik di daerah, baik yang dihasilkan
sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
12.
Subjek Pajak adalah orang
pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
13.
Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau Badan, yang meliputi pembayar Pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
14.
Tahun Pajak adalah jangka
waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
15.
Pajak yang terutang adalah
pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak,
atau dalam bagian tahun pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
16.
Pemungutan adalah suatu
rangkaian kegiatan dimulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak,
penentuan besarnya Pajak yang terutang
sampai dengan kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta
pengawasan penyetorannya.
17.
Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
18.
Surat Setoran Pajak Daerah,
yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan
cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota.
19.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar.
20.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
21.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
22.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau seharusnya dibayar.
23.
Surat Tagihan Pajak Daerah,
yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
24.
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat
keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat
Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan
Keberatan.
25.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat
keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat
Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
26.
Putusan Banding adalah putusan
badan peradilan pajak atas banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
27.
Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut.
28.
Pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
daerah untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
29.
Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan
daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2
Dengan
nama Pajak Penerangan Jalan,
dipungut Pajak
atas setiap penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang
diperoleh dari sumber lain.
Pasal 3
(1) Objek
Pajak Penerangan Jalan adalah setiap penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
(2) Tenaga
listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
seluruh pembangkit listrik.
(3) Dikecualikan
dari objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
- penggunaan
tenaga listrik oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Daerah;
- penggunaan
tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat,
dan perwakilan asing dengan asas timbal balik; dan
- penggunaan
tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang
tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait.
Pasal 4
(1) Subjek
Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan
tenaga listrik.
(2) Wajib
Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga
listrik.
(3) Dalam
hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan
adalah penyedia tenaga listrik.
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar
pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Hasil Tenaga Listrik.
(2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan :
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan
pembayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap
ditambah dengan biaya pemakaian kwh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. dalam
hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu
pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Kota
Palangka Raya.
(3) Untuk
mengetahui jumlah pemakaian daya listrik secara objektif bagi pengguna listrik
yang dihasilkan sendiri, maka perlu disediakan meteran yang penyediaan dan
pemasangannya menjadi tanggung jawab wajib pajak.
(4) Harga
satuan listrik sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Walikota
dengan berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku.
Pasal 6
(1) Tarif
Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)
(2) Penggunaan
tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas
alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 3% (tiga persen).
(3) Penggunaan
tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan
sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
Pasal 7
Besaran
pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB IV
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
(1) Pemungutan
Pajak tidak dapat diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar sendiri Pajak
yang terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan
dengan menggunakan SPTPD,SKPDKB dan/atau SKPDKBT.
(4) Tata cara penerbitan SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diatur Dengan Peraturan Walikota.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 9
(1) Pajak
yang terutang dipungut di wilayah Kota Palangka Raya.
(2) Hasil
penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan
penerangan jalan, melalui mekanisme anggaran yang berlaku.
BAB V
MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 10
Masa
pajak ditetapkan jangka waktu 1 (satu)
bulan kalender.
Pasal 11
Pajak
terutang dalam masa pajak terjadi sejak dimulainya
kegiatan penggunaan tenaga listrik.
BAB VI
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
DAN TATA CARA PENETAPAN PAJAK
DAN TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 12
(1) Setiap
Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD
sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap
serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD
sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Walikota paling lambat
15 (lima belas) hari kerja setelah
berakhirnya masa pajak.
Pasal 13
(1) Dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah
saat terutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan:
a. SKPDKB
dalam hal:
1) jika
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
2) jika
SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran;
3) jika
kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang;
c. SKPDN
jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah
kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah
kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pajak tersebut.
(4) Kenaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah
pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak
ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 14
(1) Walikota dapat menerbitkan STPD
jika:
a. pajak dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian
SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah
hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan
sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang
terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling
lama 15 (lima belas) bulan sejak saat
terutangnya pajak.
(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar
setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dan
ditagih melalui STPD.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
Pasal 15
(1) Walikota
menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga
puluh) hari setelah saat terutangnya pajak.
(2) Pembayaran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sekaligus atau lunas dengan
menggunakan SSPD.
(3) SKPDKB,
SKPDKBT, dan STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah harus dilunasi
dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan.
(4) Walikota
atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga 2 % (dua persen) perbulan dari jumlah pajak
yang belum dan/atau kurang bayar.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran,
tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 16
(1) Pajak
yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh
Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan
pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Pasal 17
(1) Pembayaran
pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota.
(2) Apabila
pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak
harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja.
Pasal 18
Setiap
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 17 diberikan tanda bukti pembayaran
dan dicatat dalam buku penerimaan.
BAB VIII
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN
KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
SANKSI ADMINISTRASI
KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 19
(1) Atas
permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat membetulkan
SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan perpajakan daerah.
(2) Walikota
dapat:
a. mengurangkan
atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak
yang terutang menurut Peraturan Perundang Undangan Perpajakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan
atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c. mengurangkan
atau membatalkan STPD;
d. membatalkan
hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak
sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. mengurangkan
ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib
Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau
penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 20
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Walikota atas suatu:
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN;
dan
e. Pemotongan
atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan
harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
(4) Keberatan
dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak.
(5) Keberatan
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Tanda
penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang
ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat
sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 21
(1) Walikota
dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan
Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 22
(1) Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota.
(2) Permohonan
banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima,
dilampiri salinan dari keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan
permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
Putusan Banding.
Pasal 23
(1) Jika
pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan
bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam
hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
(4) Dalam
hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa
denda sebesar 50% (lima puluh persen)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5) Dalam
hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 24
(1) Atas
kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Walikota.
(2) Walikota
dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembaliian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak
memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkan
dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Pajak
mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
Pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(6) Jika pengembalian
kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota
memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(7) Tata cara pengembalian
kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
Pasal 25
Apabila
kelebihan pembayaran Pajak diperhitungkan dengan utang Pajak lainnya,
sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (4) pembayarannya dilakukan dengan cara
pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti
pembayarannya.
BAB XI
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 26
(1) Hak
untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib
Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa
penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a. diterbitkan
Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau
b. ada
pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam
hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat
Paksa tersebut.
(4) Pengakuan
utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah
Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan
utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 27
(1) Piutang
Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Walikota
menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata
cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 28
Walikota
dapat melakukan penyegelan terhadap penggunaan obyek Pajak yang tenaga
listriknya dihasilkan sendiri apabila :
a. Pengguna
melalaikan dan/atau
selama 2 (dua) bulan berturut-turut tidak membayar Pajak; atau
b. Pengguna tidak melayani dengan baik petugas dan/atau tanpa dasar alasan yang sah, menolak untuk
diadakan tindakan pemeriksaan dan melawan petugas pemeriksa yang sah yang
dilengkapi dengan Surat Tugas dari Walikota.
BAB XIII
PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 29
(1) Wajib
Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp.300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(2) Kriteria
Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan atau
pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 30
(1) Kepala
Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Wajib
Pajak yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau
meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain
yang berhubungan dengan objek Pajak yang terutang;
b. memberikan kesempatan
untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan
guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan
yang diperlukan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diatur dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 31
(1) Dalam
rangka pengawasan, Walikota dapat melakukan penungguan atau menempatkan
peralatan manual maupun program aplikasi
online sistem pada objek Pajak.
(2) Penungguan
dan/atau penempatan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan dalam rangka pemantauan dan penghitungan potensi objek Pajak secara
nyata.
(3) Dalam
rangka penghitungan potensi objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Wajib Pajak harus menggunakan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam
hal terjadi kerusakan dan/atau hilangnya peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi tanggung jawab Wajib Pajak.
BAB XIV
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 32
(1) Instansi
yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat
diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu dan
dilaksanakan berdasarkan azas kepatutan,
kewajaran, dan rasionalitas disesuaikan dengan besarnya tanggung jawab,
kebutuhan, serta karakteristik dan kondisi objektif daerah.
(2) Pemberian
insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berkenaan.
(3) Tata
cara pemberian dan pemanfaatan insentif
pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 33
(1) Setiap
pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Walikota untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
a. Pejabat
dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan;
b. Pejabat
dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Walikota untuk memberikan keterangan
kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan
pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4) Untuk
kepentingan Daerah, Walikota berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dan/atau tentang Wajib Pajak kepada pihak
yang ditunjuk.
(5) Untuk
kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata,
Walikota dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan
dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan
hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau
nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara p idana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang
diminta.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 34
(1) Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima,
mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti,
mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan
Daerah;
c. meminta
keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
d. memeriksa
buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah;
e. melakukan
penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen
lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta
bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah;
g. menyuruh
berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau
dokumen yang dibawa;
h. memotret
seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. memanggil
orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan
penyidikan; dan/atau
k. melakukan
tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
(1) Wajib
Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau pidana denda
paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Wajib
Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 36
(1) Pejabat
atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang tidak memenuhi kewajiban
merahasiakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat
(2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.00
(empat juta rupiah).
(2) Pejabat
atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya atau seorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 37
Denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan pasal 36 merupakan Penerimaan Negara.
Pasal 38
Tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun
Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada
saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku,
Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 06 Tahun 2006 tentang Pajak
Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2006 Nomor 06),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40
Peraturan
daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Palangka Raya.
Ditetapkan di Palangka Raya
pada tanggal
WALIKOTA PALANGKA RAYA,
H. M. RIBAN SATIA
Diundangkan di Palangka Raya
pada tanggal
SEKRETARIS
DAERAH KOTA PALANGKA RAYA,
SANIJAN
LEMBARAN
DAERAH KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2012
NOMOR
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
NOMOR 05 TAHUN 2012
TENTANG
PAJAK PENERANGAN JALAN
I.
PENJELASAN
UMUM
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan perubahan sistem Perpajakan
Daerah yang mengarah pada sistem sederhana, adil, efektif dan efesien yang
dapat menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan Pembangunan Daerah.
Maka dalam rangka mendukung perkembangan Otonomi
Daerah yang nyata, dinamis serasi dan bertanggung jawab dilandasi dengan
Peraturan Daerah secara mendasar dan mendukung pelaksanaan pembangunan di
Daerah sebagai Dasar Hukum untuk menggali Sumber-sumber Pendapatan Daerah
khusus yang berasal dari Pajak Daerah, pengaturannya perlu disesuaikan dengan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta usaha peningkatan
pertumbuhan perekonomian Daerah.
Pajak Penerangan Jalan sebagai salah satu salah satu
jenis pajak kabupaten/kota yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah selama
ini pelaksanaannya oleh Pemerintah Kota Palangka Raya didasarkan pada Peraturan
Daerah Kota Palangka Raya Nomor 06 Tahun 2006 tentang Pajak Penerangan Jalan,
dimana penetapannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah.
Oleh karena itu, pelaksanaan pemungutan Pajak Penerangan
Jalan di wilayah Kota Palangka Raya, serta dalam rangka penyesuaian
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pajak daerah sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kota Palangka
Raya Nomor 06 Tahun 2006 tentang Pajak Penerangan Jalan perlu ditinjau kembali
untuk disesuaikan dengan Peraturan dimaksud dan perlu mengatur ketentuan
tentang Pajak Penerangan Jalan dimaksud dalam Peraturan Daerah.
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah tentang
Pajak Penerangan Jalan ini, menjadi suatu landasan hukum bagi Pemerintahan
Daerah dalam memungut Pajak Penerangan Jalan, serta lebih memberikan kepastian
hukum terhadap pengguna listrik selanjutnya.
II.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas..
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri yaitu tenaga
listrik yang berasal dari alat yang menghasilkan listrik yang dimiliki oleh
subjek pajak, misalnya genset. Tenaga listrik yang diperoleh dari sumber
lain misalkan tenaga listrik yang dihasilkan oleh PLN.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Walikota mengatur lebih lanjut harga satuan listrik yang berdasarkan kepada harga yang berlaku.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses
kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun
dimungkinkan adanya kerjasama dengan
pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan,
formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau penghimpun data obyek dan subyek pajak.
Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah
kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terhutang, pengawasan penyetoran
pajak dan penagihan pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Kewajiban mengisi SPTPD mengandung arti Pajak dibayar sendiri (self assessment) yang memberikan
kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar
sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1) huruf a angka 3
Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah penetapan
besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Walikota atau
Pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang
dimiliki oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud tempat lain yang ditunjuk adalah Bank-Bank yang ditunjuk
oleh Walikota untuk menerima setoran pajak yang diterima.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR